Pada kesempatan ini saya menyampaikan ide tentang “ Perlunya Aplikasi kembali nilai – nilai 45 dalam pembangunan kualitas Sumber daya manusia “ Mengapa saya tertarik untuk menyampaikan gagasan tersebut kerena sulitnya pencitaan kualitas Sumber daya manusia di negeri tercinta ini terletak pada masalah mental dan mentalitet. Dua kata ini seolah bersinonim namun aplikasinya ternyata punya perbedaan. Perbedaannya terletak pada sikap mental menekankan pada keadaan mental di dalam diri seorang untuk bereaksi terhadap lingkungannya sehingga menurut saya sikap mental lebih menekankan pada kepekaan emosi sedang mentalitet adalah keseluruhan isi serta kemampuan alam pikiran dan jiwa manusia dalam menanggapi lingkungannya sehingga lebih menekankan pada pola pikir.
Apa sebenarnya yang menjadi hubungan antara perlunya aplikasi kembali nilai ’45 dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Kita tahu munculnya sikap mental dan mentalitet yang menghambat pembangunan kualitas sumber daya manusia adalah terkait pada lamanya rakyat kita terbelenggu penjajahan, mengingat saat penjajahan bangsa kita tidak memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan serta sengsaranya rakyat karena rendahnya perhatian dibidang kesehatan bahkan meluasnya kelaparan.
Kita tahu bahwa di era sebelum merdeka bangsa kita sangat kerdil dalam kualitas baik dibidang pendidikan, kesehatan maupun pendapatan yang secara otomatis kerdil pula dibidang kesejahteraan baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan mental. Kerdilnya tingkat pendidikan dan pendapatan secara tidak langsung berpengaruh pada tumbuhnya sikap mental negatif seperti suka menerobos atau suka mengambil jalan pintas, sikap mental meremehkan mutu, pasrah menerima nasib, tidak jujur serta rendahnya sikap rasional masyarakat, sikap feodal dalam pola kepemimpinan yang ditandai dengan adanya penguasa yang tidak suka mendengar kritik bawahan, bawahan sedang mengkritik atasan akibatnya komunikasi atasan dengan bawahan menjadi putus yang akhirnya hampir tidak ada koreksi bawahan terhadap atasan yang terjadi justru sebaliknya tindakan represif atasan terhadap bawahan jika terjadi hal-hal yang tidak disenangi atasan akibatnya cukup berbahaya yaitu terbukanya KKn dan munculnya kebijakan yang salah. Bagaimana pembangunan kualitas sumber daya manusia bisa berhasil jika yang berkembang justru sikap mental yang menghambat pembangunan kualitas sumber daya manusia yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai ’45. Hal inilah yang menggugah hati saya untuk menggali lagi nilai-nilai ’45 dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Lalu apa yang menjadi faktor pendorong lahirnya tonggak bersejarah bangsa kita yaitu “ Kemerdekaan “, sehingga bangsa kita mencapai titik awal kebebasan dibidang sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan keamanan tentu jawabnya adalah karena adanya sikap mental gotong royong, sikap mental rame ing gawe sepi ing pamrih, berdiri diatas kaki sendiri, serta sikap mental berani mengambil resiko sesuai dengan slogan “rawe-rawe rantas malang-malang putung”. Sikap mental inilah yang saya pandang sebagai nilai-nilai ’45 yang perlu kita pertahankan bahkan kita aplikasikan dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Prinsip berdiri diatas kaki sendiri merupakan satu prinsip essensial yang menjadi fundamental pembangunan kualitas sumber daya manusia sebab dengan prinsip itu maka secara internal setiap individu memiliki semangat kerja keras, motifasi untuk sukses atau berprestasi, bahkan tidak percaya terhadap setiap karya orang lain, melainkan setiap individu akan selektif pada setiap penemuan baru baik ide atau benda-benda hasil karya. Jika setiap individu memiliki prinsip berdiri diatas kaki sendiri dan rame ing gawe sepi ing pamrih maka akan menumbuhkan virus “N Ach” atau “Need For Achievement” yaitu virus kebutuhan akan prestasi yang pada akhirnya biasa menepis merebahnya prilaku Westernisasi, Konsumerisme, suka mengambil jalan pintas, pasrah menerima nasib, sikap feodal, tidak jujur, malas, tidak disiplin dan masih banyak lagi sikap mental negatif yang tidak bisa saya sebut satu persatu.
Sedangkan sikap gotong royong, rame ing gawe sepi ing pamrih sangat mendukung pada tumbuhnya solidaritas sosial yang menunjukkan kepekaan emosi kita. Jika setiap individu butuh akan prestasi serta peka akan lingkungan sosialnya maka individu tersebut telah mencerminkan individu yang berkualitas sebab individu yang berkualitas tidak hanya individu yang tinggi dibidang IQ tetapi juga tinggi dibidang EQ.
Lalu apa yang menjadi indikator berhasilnya pembangunan kualitas sumber daya manusia yang selaras dengaan nilai-nilai ’45 ? Menurut hemat saya yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan kualitas sumber daya manusia adalah pertama : terciptanya masyarakat Indonesia yang bermutu tinggi dibidang pendidikan. Tinggi dibidang pendidikan yang saya maksud tidak hanya tinggi dibidang rasionalismenya / ilmu tetapi juga memadai dalam bidang tehnologi dan memadahi pula didalam bidang akhlak atau budi pekerti, sebab seorang yang tinggi dibidang ilmu pengetahuan kalau tidak diikuti dengan tingginya budi pekerti atau Iman dan taqwa maka individu tersebut tidak akan memiliki arti bagi individu lain ataupun masyarakat, mengingat tingginya ilmu pengetahuan dan tehnologi atau IQ yang tidak diikuti tingginya budi pekerti atau EQ akan menyebabkab tingginya penyimpangan atau tindakan amoral dan tingginya kriminalitas .
Keberhasilan pendidikan sangat didukung oleh motifasi intrinsik individu yang diwujudkan dalam bentuk kerja keras dan kebutuhan akan prestasi yang sangat identik dengan nilai-nilai ’45 yaitu berdiri kuat diatas kaki sendiri, slogan rawe-rawe rantas malang-malang serta slogan rame ing gawe sepi ing pamrih, sebab keberhasilan pendidikan disamping ditentukan kerja keras individu, juga sangat ditentukan oleh keluarga, masyarakat dan daya dukung pemerintah. Pengembangan program subsidi silang dibidang pendidikan menunjukkan pengembangan nilai ’45 gotong royong dan rame ing gawe sepi ing pamrih yang harus kita dukung Aplikasinya dalam masyarakat, sedang indikator keberhasilan pembangunan kualitas sumber daya manusia yang kedua adalah tingginya tingkat kesehatan dan pendapatan masyarakat.
Pembangunan dibidang kesehatan dan upaya peningkatan pendapatan masyarakat tidak bisa terwujud tanpa didukung oleh tingginya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat untuk untuk ikut serta bergotong royong solidaritas sosial dan kesetiakawanan membangun lapangan kerja dan fasilitas kesehatan, karena pembangunan dan pengelolaan fasilitas kesehatan tidaklah membutuhkan biaya kecil yang bisa ditanggung individu tetapi perlu solidaritas sosial kelompok masyarakat yang peduli arti penting kesehatan, begitu juga pembangunan lapangan kerja juga memerlukan analisis SWOT yang matang apalagi diera global yang kompetitif individu sangat menonjol yang memungkinkan hilangnya nilai-nilai ’45 solidaritas sosial, oleh karena itu pembangunan lapangan kerja harus bernuansa pada nilai kemanusiaan dan ramah pada lingkungan baik lingkungan atau social maupun budaya.
Oleh karena itu hadirin yang saya banggakan, marilah dihari kemerdekaan ini kita majukan kualitas sumber daya manusia dengan mengacu dan menggali serta menerapkan kembali nila-nilai ’45, karena nilai-nilai ’45 ini sangat selaras dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia, nilai-nilai ’45 merupakan pondasi dan landasan yang kuat dalam pembangunan. Kualitas sumber daya manusia dengan prinsip rame ing gawe sepi ing pamrih dan rawe-rawe rantas malang-malang putung serta berdiri kokoh diatas kaki sendiri percayalah bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berlandaskan iman dan taqwa serta tetap mengedepankan rasa solidaritas sosial maka pembangunan kualitas sumber daya manusia akan berjalan lancar dan cepat. Mari kita bangun Mentalitet bangsa kita. Dirgahayu Negeriku… Dirgahayu Bangsaku, Semoga Allah tetap melimpahkan rahmatnya pada bangsa kita . Merdeka ... Merdeka … Merdeka!.